Setelah kemarin temanya agak
serius, kali ini saya mencoba untuk agak lebih soft (lembek), hahaha, bicara masalah lembek, pas sekali tema
tantangan menulis kali ini adalah tempe, mungkin teman saya ingin makan tempe,
atau lauk sarapan dia tadi adalah tempe, jadi memilih tema tantangan menulis
kali ini tentang makanan khas Indonesia itu.
Tempe, oh..tempe, bagi saya
makanan tersebut sungguh istemewa, melebihi stek daging sapi import, atau sop
ikan haruan (ikan gabus) masak kecap, atau ikan papuyu (ikan betok) panggang
dengan sambal mangga muda atau bahkan nasi itik tenda biru di daerah gambut,
karena saya tidak bisa makan ikan, jadi tempe terasa lebih nikmat daripada
makan ikan, (alasan yang aneh). Hahaha, pagi-pagi sudah bicara soal makanan,
bagi yang melaksanakan puasa sunnah senin-kamis, sabar ya, hehe. Kembali ke
topik, tempe, makanan yang dapat menyaingi rendang dan nasi goreng yang mampu
mendunia, bahkan menjadi usaha andalan Azzam di novel Ketika Cinta Bertasbih
karya kang Habiburrahman El-Shirazy, akhir-akhir ini tempe menjadi mahal,
bahkan dibeberapa daerah sangat sulit ditemukan. Alasannya harga kedelai yang
menjadi bahan utama tempe, melambung tinggi saat ini, akibatnya biaya produksi
juga meningkat, dan kebanyakan pengusaha tempe menghentikan sementara produksi
tempenya.
Indonesia sebagai Negara agraris,
Negara dengan julukan sebagai penghasil pangan, tapi mengapa tidak bisa
memenuhi pasokan kedelai, dan bahkan harus mengimpornya dari luar negeri, ironi
sekali. Negara yang dengan julukan “Tanah Surga” apapun yang ditanam akan tumbu
subur, tidak bisa mandiri terhadap masalah pangan. Hal ini tidak terjadi satu
atau dua kali, tapi bahkan sering, Indonesia kekurangan stok pangan untuk
rakyatnya sendiri. Kembali kemasalah tempe, saya masih ingat, ada pepatah atau
apalah namanya yang bunyinya seperti ini, “Jangan menjadi negeri Tempe, negeri
yang selau diinjak-injak oleh negeri lain” tapi kenyataanya itu sudah terjadi, kita
sangat tergantung terhadap Negara lain. Menurut saya, biarlah menjadi negeri
tempe, negeri yang makmur, tidak ada kesenjangan sosial di dalamnya, dari
masyarakat bawah, sampai kalangan elit, menyukai tempe, murah meriah. Hampir
selalu ada di setiap makanan.
Seharusnya Indonesia bisa
menyediakan bahan panganya sendiri, baik itu tempe, ataupun bahan pangan lainnya.
Sebagaimana dicontohkan dalam kekhalifahan Islam, pada masa Khalifah Umar bin
Khatab, ketika terjadi tahun kematian, Khalifah turut menyingsingkan lengan
baju untuk membantu rakyatnya agar tidak ada yang mati kelaparan, dan juga pada
masa khalifah-khalifah lainnya, yang sangat luar biasa, menyediakan apapun yang
diperlukan rakyatnya, dan Insya Allah masa-masa indah saat dimana kita tidak
ada kekurangan bahan makanan itupun akan terulang kembali, kemakmuran akan
menyebar tidak hanya di Indonesia tapi seluruh dunia, ketika Sistem Islam kembali
digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar