Senin, 16 September 2013

Ulama Pelita Umat


Seorang ulama dapat dikatakan sebagai bulan yang menyinari bumi pada malam hari dengan ilmu-ilmunya. Bahkan ada hadist yang mengatakan bahwa para ulama adalah pewaris dari para nabi untuk terus mengajarkan ilmu agama kepada umat. Ketika para ulama telah meninggal satu persatu maka akan hilang satu persatu juga cahaya umat. Tapi kabanyakan sekarang para ulama menjadi sosok yang layaknya seperti selebritis, bukan lagi seperti para ulama yang zuhud dan penuh dengan wibawa serta segudang ilmu yang siap ditularkan kepada jamaahnya.
Sosok seorang ulama akan mudah ditiru oleh para jamaahnya, baik itu sifatnya, perilakunya, dan bahkan pemikirannya. Oleh sebab itu ulama sekarang menjadi pedang yang siap membelah umat atau pedang yang terhunus dan menjadi senjata bagi umat islam untuk melawan para-para musuh Islam. Ketika pemikiran ulama yang dangkal dan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist, kemudian dijadikan sebagai alasan pembenaran diri oleh para jamaahnya, maka sungguh berbahaya apabila itu terjadi. Pemahanan Al-Qur’an dan Hadist yang melampaui batas kemudian dengan seenaknya mentafsirkannya dengan kehendaknya dan berdasarkan substantif, dan akan terjadi pembodohan terhadap umat dengan tafsir-tafsir yang ia ciptakan, maka kemana lagi umat akan berpegang dan mencari sosok panutan jika ulamanya saja seperti itu.  Terlebih lagi ulama tersebut memiliki jamaah yang sangat banyak dan bahkan terkenal di suatu Negara, hal ini bisa menjadi tumor yang siap merusak sel-sel keislaman dari dalam dan menghancurkannya.  Menjadi ulama bukan suatu yang gampang, bahkan dapat dikatakan sangat berat. Tanggung jawab umat ada di pundaknya. Tapi ketika ulama itu berbuat benar dan sesuai dengan aturan Islam, namun bertentangan dengan kaidah norma yang berlaku di masyarakat, seketika itu juga wibawa dari Sang Ulama akan luntur di mata masyarakat, padahal perbuatannya atau perilaku yang ia lakukan sudah sangat tepat.
Sungguh umat begitu kehilangan, jika seorang ulama yang bertaqwa,  zuhud dan penuh dengan wibawa telah pergi meninggalkan dunia, lalu digantikan sosok yang hanya bertopengkan ulama. Sungguh sekali lagi cahaya lilin penerang umat akan padam, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw.

Orang-orang sholeh akan hilang satu per satu, sehingga tinggallah orang-orang sampah seperti gandum dan kurma serta Allah SWT sama sekali tidak mempedulikan keberadaan mereka.” (HR. Bukhari)

Umat membutuhkan sosok ulama yang benar-benar ikhlas dalam berdakwah, tanpa adanya mengharap imbalan dari manusia, melainkan mengharapkan keridhan Allah Swt. Sosok seperti ini sekarang mulai menipis. Lalu ulama yang hanya mengajarakan ilmu agama sebagai mata pencaharian semakin merebak, menyebar bagaikan jamur di musim, hujan. Benar sekali perkataan Abul Qasim, “Ulama-Ulama dahulu selalu terjaga, sedangkan rakyatnya tertidur. Merekalah yang membangungkan rakyat yang tertidur itu. Sedangkan ulama-ulama zaman sekarang tidur, sedangkan rakyatnya mati. Bagaimana mungkin orang yang tidur dapat membangunkan orang yang telah mati.

Semoga para ulama tersadar dan dapat kembali memimpin umat pada jalur yang lurus dan berpegang teguh pada apa yang telah diwariskan Rasulullah Saw. Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semoga ulama-ulama yang benar-benar bertaqwa kembali hadir untuk menerangi umat. 

Konvensional berkedok Syariah

Ekonomi merupakan salah satu tolak ukur majunya suatu Negara, jika perekonomian suatu Negara tersebut baik, maka dapat dikatakan bahwa Negara tersebut berada dalam kondisi yang stabil. Tapi sebaliknya ketika perekonimian Negara tersebut dalam keadaan krisis yang mana akan berdampak pada aspek-aspek lainnya. Berbicara masalah ekonomi tentu tidak terlepas dari yang namanya uang (duit). Ketika peredaran uang berjalan dengan lancar, serta nilai tukar mata uang (kurs) dengan mata uang lainnya tidak terlalu jauh berbeda , maka daya beli terhadap barang import maka akan semakin mudah. Nah, berbicara masalah uang tentunya  tidak terlepas lagi dengan namanya Bank. Bank sebagai tempat untuk menyimpan, meminjam, dan memberikan jasa untuk pengiriman uang, yang merupakan sentral dari perekonomian. Bank bukan sesuatu hal yang baru, bahkan zaman Rasulullah Saw. pun sudah ada, kalo diartikan bank sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, maka Rasulullah adalah tempatnya. Beliau diamanahi oleh penduduk Mekah untuk menitipkan barang-barang berharganya, bahkan sangat percayanya penduduk Mekah kepada Rasulullah Saw. sampai mendapat predikat Al-Amin dari penduduk Mekah.
Kemudian berkembanglah Baitul Mal sebagai suatu badan untuk mengelola keuangan Negara pada zaman Rasulullah Saw. Terus apa bedanya dengan bank zaman sekarang?. Bedanya bank pada zaman sekarang adalah terdapatnya bunga bank (riba) yang mana akan menambah jumlah dari uang yang kita tabung di bank tersebut. Riba inilah yang berbahaya, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 275

šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
275.  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Surah Ali Imran ayat 130

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ

130.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Terus bagaimana dengan bank syariah yang ada di Indonesia?. Ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Ada pendapat yang membolehkan, tetapi ada juga yang tidak. Mengapa tidak, hal ini jika bank konvensional, kemudian membuat anak bank baru dengan tema syariah, walaupun sistemnya syariah tapi ketika dana bank tersebut dari bank konvensional dan digabung dengan bank konvensional maka inilah yang dapat menjadi sesuatu yang haram. Terlebih lagi sistem mudharabah yang dilakukan tidak sebagaimana sistem mudharabah yang semestinya.

"Bila tercampur antara hal yang halal dengan hal yang haram, maka lebih dikuatkan yang haram." (Al-Mantsur Fi al-Qawa'id oleh Az Zarkasyi, 1/50 dan Al-Asybah wa an-Nazhoir oleh Jalaluddin As Suyuthy, 105).

Oleh sebab itu, berhati-hati dalam memilih bank, perhatikan dana dari bank tersebut, apakah murni syariah atau bank konvensional yang tidak ingin nasabahnya hilang kemudian membentuk bank lagi dengan kedok syariah

Waulahualam bis shawab.