Rabu, 11 September 2013

Lebih Enak dari Ikan

Setelah kemarin temanya agak serius, kali ini saya mencoba untuk agak lebih soft (lembek), hahaha, bicara masalah lembek, pas sekali tema tantangan menulis kali ini adalah tempe, mungkin teman saya ingin makan tempe, atau lauk sarapan dia tadi adalah tempe, jadi memilih tema tantangan menulis kali ini tentang makanan khas Indonesia itu.

Tempe, oh..tempe, bagi saya makanan tersebut sungguh istemewa, melebihi stek daging sapi import, atau sop ikan haruan (ikan gabus) masak kecap, atau ikan papuyu (ikan betok) panggang dengan sambal mangga muda atau bahkan nasi itik tenda biru di daerah gambut, karena saya tidak bisa makan ikan, jadi tempe terasa lebih nikmat daripada makan ikan, (alasan yang aneh). Hahaha, pagi-pagi sudah bicara soal makanan, bagi yang melaksanakan puasa sunnah senin-kamis, sabar ya, hehe. Kembali ke topik, tempe, makanan yang dapat menyaingi rendang dan nasi goreng yang mampu mendunia, bahkan menjadi usaha andalan Azzam di novel Ketika Cinta Bertasbih karya kang Habiburrahman El-Shirazy, akhir-akhir ini tempe menjadi mahal, bahkan dibeberapa daerah sangat sulit ditemukan. Alasannya harga kedelai yang menjadi bahan utama tempe, melambung tinggi saat ini, akibatnya biaya produksi juga meningkat, dan kebanyakan pengusaha tempe menghentikan sementara produksi tempenya.
Indonesia sebagai Negara agraris, Negara dengan julukan sebagai penghasil pangan, tapi mengapa tidak bisa memenuhi pasokan kedelai, dan bahkan harus mengimpornya dari luar negeri, ironi sekali. Negara yang dengan julukan “Tanah Surga” apapun yang ditanam akan tumbu subur, tidak bisa mandiri terhadap masalah pangan. Hal ini tidak terjadi satu atau dua kali, tapi bahkan sering, Indonesia kekurangan stok pangan untuk rakyatnya sendiri. Kembali kemasalah tempe, saya masih ingat, ada pepatah atau apalah namanya yang bunyinya seperti ini, “Jangan menjadi negeri Tempe, negeri yang selau diinjak-injak oleh negeri lain” tapi kenyataanya itu sudah terjadi, kita sangat tergantung terhadap Negara lain. Menurut saya, biarlah menjadi negeri tempe, negeri yang makmur, tidak ada kesenjangan sosial di dalamnya, dari masyarakat bawah, sampai kalangan elit, menyukai tempe, murah meriah. Hampir selalu ada di setiap makanan.

Seharusnya Indonesia bisa menyediakan bahan panganya sendiri, baik itu tempe, ataupun bahan pangan lainnya. Sebagaimana dicontohkan dalam kekhalifahan Islam, pada masa Khalifah Umar bin Khatab, ketika terjadi tahun kematian, Khalifah turut menyingsingkan lengan baju untuk membantu rakyatnya agar tidak ada yang mati kelaparan, dan juga pada masa khalifah-khalifah lainnya, yang sangat luar biasa, menyediakan apapun yang diperlukan rakyatnya, dan Insya Allah masa-masa indah saat dimana kita tidak ada kekurangan bahan makanan itupun akan terulang kembali, kemakmuran akan menyebar tidak hanya di Indonesia tapi seluruh dunia, ketika Sistem Islam kembali digunakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar